Selasa, 05 Mei 2015

permasalahan surat an-nisa dalam konteks pengulangan wawu athaf

Permasalahan pada surat An-Nisa dalam konteks pengulangan dengan menggunakan wawu athaf
......فانكحوا ماطابلكم من النَّساء مثنى وثلاث ورباع, فان خفتم الاّ تعدلوا فواحدة او ما ملكت ايمانكم, ذلك ادنى الاّ تعولوا
Artinya :
......... Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S. An-Nisa 4 : 3).
            Sesungguhnya makna و  tidak bisa diganti dengan  أو tetapi mempunyai arti  بدل  (ganti).  Seperti firman Allah SWT : tiga diganti dengan dua, empat diganti dengan tiga, akan tetapi tidak bermakna jiyadah atau tambahan.[1]
Boleh menikahi hingga empat perempuan
            Penggalan ayat  مثنى وثلاث ورباع ditafsirkan sebagai anjuran untuk menikah seorang laki-laki dengan perempuan  yang disukai hingga empat istri.  Penyebutan angka ini sama seperti angka yang terdapat dalam firman Allah SWT surat al-Fathir :1 yang mempunyai arti yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan yang mempunyai sayap masing-masing dua, tiga, dan empat .
Artinya ada malaikat yang memiliki dua, tiga, empat sayap. Bahkan tidak menutup kemungkinan ada malaikat yang mempunyai sayap dengan jumlah di luar itu karena memang ada dalilnya. Hal itu tidak sama dengan pembatasan sampai empat ini kepada pihah laki-laki. Pendapat ini disimpulkan dari ayat tersebut, sesuai pendapat ibnu abbas dan mayoritas ulama tafsir karena ayat ini berbicara dalam konteks menikah. Seandainya boleh menikahi perempuan lebih dari empat tentu terdapat dalil untuk hal tersebut.[2]
            Imam Ahmad meriwayatkan dari Salim, dari Ayah Salim bahwa ketika masuk Islam, Ghilan Bin Salamah Al Tsaqafi memiliki sepuluh istri. “ Pilih Empat saja dari mereka,” ujar Rasulullah SAW. Kepadanya. Namun, ketika Umar menjadi Khalifah, Ghilan justru menceraikan semua istrinya dan membagi-bagi kekayaannya kepda anak-anaknya. Ulah Ghilan ini sampai ketelinga Umar. Kemudian, Umar mengancam Ghilan, “ Saya kira, salah satu berita yang dicuri dengar oleh Setan adalah berita kematianmu dan berita itulah yang disampikannya padamu bahwa kamu hidup tidak lama lagi. Demi Allah, rujuklah kembali dengan istri-istrimu sehingga mereka tetap berhak atas hartamu. (sebab bila tidak) Saya yang akan memberikan harta itu kepada mereka lalu memberi perintah agar kuburmu segera digali dan kamu dirajam seperti Abu Righal.
            Hadis ini dapat dijadikan dalil bahwa sekiranya menikah dengan lebih dari empat perempuan sekaligus dibolehkan, tentu Rasulullah SAW akan membiarkan Ghilan tetap memiliki sepuluh orang istri yang juga telah sama-sama masuk islam dengannya. Karena beliau menyuruh Ghilan untuk mengambil empat dan menceraikan sisannya, hal ini menunjukan bahwa menikan dengan lebih dai empat perempuan sekaligus tidak dibolehkan. Jika larangan ini berlaku seumur hidup maka itu lebih karena memilih yang lebih utama. Namun, Allah SWT juga yang lebih tau. Wallauhu a’alam bi Al shawab.[3]
Satu hal lagi yang menarik dibicarakan adalah soal poligami, secara umum para penulis tafsir di indonesia memahami bahwa sejak sebelum islam datang tradisi poligami sudah ada. Menurut Baidan dalam Tafsir bi al-Rayi melihat ayat di atas sebagai bentuk aturan islam agar perempuan tidak dipermainkan oleh laki-laki. Alasan yang dia pakai lebih pada soal penyaluran kepentingan biologis laki-laki dan melindungi posisi perempuan.
Hal yang sama juga terjadi dalam Tafsir Al-Hijri karya Didin. Menurutnya poligami merupakan aturan (syari’ah). Dalam konteks persyariatan poligami, ada tiga hikmah yang dirumuskan Didin : 1) Mendidik umat untuk bisa berbagi rasa dan merealisasikan nilai-nilai solidaritas dalam berkehidupan rumah tangga dan bermasyarakat. 2) Mewujudkan sikap ta’awun dalam kebaikan. 3) Menghindari penyimpangan seksual dan menghindari efek psikologis yang berat bagi perempuan yang belum nikah dalam kondisi timpangnya rasio populasi umat antara laki-laki dan perempuan.
Quraish dalam tafsir Al-Mishbah memberikan analisis yang berbeda. Dia tidak melihat ayat diatas diatas dalam konteks pengaturan soal poligami. Alasannya, karena sebelum Islam telah ada praktik poligami.
Dari uraian diatas terlihat bahwa karya tafsir di Indonesia dasawarsa 1990-an, masih cenderung mengakui dan bahkan menganggap praktik poligami di isyaratkan Islam. Tafsir Al-Mishbah karya Quraish, diantara karya tafsir yang cukup tegas menolak tentang syari’at poligami dalam Isalm, betapapun belum berani menegaskan bahwa sejatinya poligami dilarang oleh Al-Qur’an.
Dalam  buku terjemahan al-Maraghi dalam bukunya bahwasannyamempunyaiartiduadua, tigatiga, danempat-empat. Penjelasanumumnyayaituapabilakamumerasatakutterhadapdirimusendirikarenakhawatirmemakanhartaanakyatim, makajanganlahkamunikahdengannya, karenasesungguhnya Allah telahmemberikekuasaanterhadapkamuuntuktidakmenikahianakyatimyaitudenganmenghalalkankamuuntuktidakmenikahianakyatim, satu, dua, tiga, atauempat.[4]
Takut Tidak Adil, Cukup Satu
            Ayat فان خفتم الاّ تعدلوا فواحدة او ما ملكت ايمانكمditafsirkan bahwa jika khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap para istri (jika mereka lebih dari satu). Sesuai dengan yang difirmankan Allah SWT dalm ayat
ولن تستطيعوآ ان تعدلوا بين النسآء ولو حرصتم
“Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian........” (QS An Nisa’, 4: 129)
Hendaklah seorang laki-laki membatasi diri dengan menikahi satu permpuan saja. Pilihan lainnya adalah menikahi para hamba sahaya karena berlaku adlil kepada mereka dalam hal ini tidaklah wajib, tetapi disunahkan saja. Memperlakuakn mereka secara adil sangat dianjurkan, tetapi jika tidak dapat dilaksanankan, hal itu tidaklah menjadi masalah.
            Ibnu Abu Hatim, Ibnu Mardawaih, dan Abu Hatim Bin Hiban dalam kitab sahihnya meriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut.
.....ذلك ادنى الاّ تعولواyang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat dzolim, memiliki maksud yang sama dengan la tajuru, yakni agar kalian tidak sampai berbuat dzalim.
            Namun, Ibnu Abu Hatim buru-buru memberi keterangan, “menurut Ayah saya, (sanad) hadis ini tidak betul. Yang benar adalah hadis ini mauquf  kepada Aisyah. “ Ibnu Abu Hatim juga menambahkan bahwa Ibnu Abbas, Aisyah, Mujahid, Ikrimah, Hasan, Abu Malik, Abu Razin, An nakha’i, Sya’bi. Adh Dhahhak, Atha Al khurasani, Qatadah, Saddi, dan Muqotil Bin Hayyan juga menafsirkannya denganla tamiluagar kalian tidak memihak.[5]
Berbagai Keistimewaan Poligami Ketika di Perlukan.
            Pada prinsipnya kebahagiaan berumah tangga bagi seorang suami hanya apabila mempunyai seorang Istri saja. Karena bentuk rumah tangga seperti itu adalah yang paling sempurna, yang seharusnya dipelihara oleh setiap individu dan diyakini. Tetapi, terkadang memang ada beberapa kondisi yang dialami seseorang yang mendorongnya menyimpang dari ketentuan tersebut karena ada kemaslahatan-kemaslahatan penting yang berkait dengan kehidupan rumah tangganya, atau kemaslahatan umatnya. Sehingga poligami bagi dirinya tidak bisa dielakan lagi. Kondisi-kondisi tersebut ialah sebagai berikut:
1.      Bila seorang suami beristrikan seorang wanita mandul, sedangkan ia mengharapkan anak. Termasuk kemaslahatan sang isrti dan kemaslahtan mereka (suami istri), hendaknya sang suami menetapkan isrti pertamanya, kemudian mengawini wanita lain.
2.      Bila istri telah tua, dan mencapai umur yai’sah (tidak haid) lagi, kemudian sang suami berkeinginan mempunyai anak, dan ia mampu memberikan nafkah kepada lebih dari seorang istri, mampu pula menjamin kebutuhan anak-anaknya, termasuk pendidikan mereka.
3.      Bila sang suami tidak cukup hanya mempunyai seorang istri, demi terpeliharanya kehormatan diri (agar tidak berzina) karena kapabilitas seksualnya memang mendorongnya untuk berpoligami, sedang sang istri kebalikannya. Atau bisa juga karena masa haid sang istri, umpamanya terlalu panjang, hingga memakan waktu sebagian besar dari bulannya.
4.      Bila dari hasil sensus kaum wanita lebih banyak dari kaum pria, dalam suatu negara, dengan perbandingan yang mencolok. Hal itu bisa terjadi setelah suatu negara baru saja mengalami peperangan yang banyak menewaskan kaum pria
Pemandangan-pemandangan yang kita saksikan tentang bercampurnya antara kaum wanita dengan pria di pabrik-pabrik, tempat-tempat perbelanjaan, dan tempat umum lainnya akan banyak membawa dampak kian menjerumus kepada tindak permekosaan, perzinahan, dan pebuatan amoral lainnya.[6]
Kesimpulan
            Pengulangan wawu athaf dalam surat an-nisa ayat 4 menjelaskan bahwa wawu tersebut bukan bermakna jiyadah dan tidak bisa diganti dengan aw اؤ. Ayat tersebut membolehkan me nikahi wanita yang kamu sukai dua, tiga empat. Namun jika ia tidak bisa berlaku adil maka nikahilah dengan satu orang saja.
Sesungguhnya datangnya wawu ini atas segi meringkas atau membatasi menikahi wanita sampai empat tanpa wawu jiyadah tambahan. Adapun jika melebihi maka akan ada dalil mengenai hal itu.
Hikmah dan mengapa seorang laki-laki melakukan poligami diantaranya : karena sang istri mandul ia tidak bisa memberikan keturunan sedangkan tujuan menikah adalah ingin memiliki keturunan, karena ingin menjaga kehormatan seorang diri, dan jumlah wanita lebih banyak dari pada pria dengan perbandingan yang mencolok,  maka ini dibolehkan.



Daftar pustaka
Al-Mubarakfury Shafiyurahman Tafsir ibnu Katsir2012 Syaamil: Bandung
Rahmat Jalaludin Tafsir Jalalain
Tafsir al-Maraghi
Al-Qur’an Adhim
Gusmian Islah Khazanah Tafsir Indonesia Teraju 2003  Jakarta
Shalih Khatim Ad-Dhomini Masaail mansuurotu fii tafsiir wal arobiyyati wa ma’na Mubarok 1990


           





[1]Masail tafsiir khatim shalih addhomini
[2]Tafsir ibnu katsir, syaikh syafiuraahman al-Mubarokfury
[3]Ibid 122
[4]Tafsir al-Maraghi
[5]Ibid123
[6]Khazanah tafsir indonesia Ishlah Gusmian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar